Selasa, 05 November 2013

MENGHUKUM DAN MENDISIPLINKAN ANAK DENGAN CINTA

Anak tentu pernah ‘tidak menurut’ dan orangtua berusaha menghukum atau mendisiplinkannya agar perilakunya membaik. Namun niat mulia itu bisa tergelincir menjadi KDRT jika orangtua terbawa emosi. Bagaimana cara menghukum anak tetapi tetap penuh cinta agar perkembangan jiwa anak tetap sehat?

Dalam mendidik anak, disiplin berarti mengajari anak untuk belajar mematuhi aturan dan tata tertib dalam kehidupan bersama entah dalam lingkungan keluarga, masyarakat, atau sekolah. Disiplin sebagai sikap sangat penting agar anak tidak berperilaku semau gue, anak juga belajar untuk mengendalikan diri. Oleh sebab itu, disiplin sering dikonotasikan dengan tindakan “’ketegasan” atau “hukuman” terhadap pelanggaran yang dilakukan anak. Tak jarang atas nama kedisiplinan, orangtua atau guru bisa melakukan kekerasan anak. Bagaimana semestinya mendisiplinkan anak?

Sering muncul keluhan anak-anak sekarang sulit didisiplinkan, cenderung melawan dan berani membantah orangtua atau guru. Namun, tindakan kekerasan bukannya mengubah perilaku, justru memperburuk hubungan dengan anak.
Di lain pihak, ada pula yang pendapat agar orangtua lebih bersikap lemah lembut dan penuh kasih sayang terhadap anak. Apakah sikap “lembek” dan permisif semacam ini justru tidak akan memperburuk keadaan, membuat anak-anak semakin brutal dan tidak tahu sopan santun serta aturan?

Disiplin Bukan Kekerasan
Penanaman disiplin terhadap anak, sementara ini masih diidentikkan dengan menerapkan perilaku kekerasan terhadap mereka. Padahal tindak kekerasan seperti memukul, menjewer, mencubit, menabok, menjambak atau mengunci dalam ruang tertutup akan mengganggu mental anak sampai dewasa.
Rusaknya mental anak tidak bisa dengan segera disembuhkan ketimbang menyembuhkan penyakit fisik mereka. Jika sakit fisik yang diderita membutuhkan waktu tiga bulan misalnya, masalah nonfisik ini membutuhkan waktu bertahun-tahun hingga mereka kembali normal, dan hampir tidak ada yang bisa kembali normal seperti sediakala.
Banyak orang dewasa yang selalu terkenang oleh tindakan yang diterimanya di waktu kecil. Sebab, perlakuan kekerasan yang berpengaruh pada mental mereka justru berdampak kurang bagus. Watak kekerasan yang diterima pada masa kanak-kanak akan selalu tercermin dari perilakunya.

Penelitian Martha F. Erickson yang menemukan bahwa 50 persen ibu-ibu yang sadis pada anaknya, ternyata pada masa kecilnya pernah diperlakukan sadis pula oleh orangtuanya. John Kaufman dalam penelitiannya pun menyebutkan, 30 persen ayah yang berperilaku sadis pada anaknya, pada masa kecilnya diperlakukan sadis oleh orangtuanya. Bahkan, Judith Herman dalam penelitiannya menemukan 15 persen pembunuh berdarah dingin yang ada di penjara Amerika pada masa kecilnya mendapatkan perlakuan kasar dari orangtuanya.
Sebagian besar perilaku seseorang merupakan hasil dari satu proses peniruan yang didapatkan dari orangtuanya dan orang dewasa di sekitarnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Apabila contoh perilaku yang ditunjukkan orang dewasa berupa kekerasan, maka tindakan kekerasan yang ditirunya.
Namun apabila contoh yang ditunjukkan orang dewasa berupa perilaku kasih sayang, saling menghargai dan perhatian, maka anak pun akan mencontohnya.

Pertengkaran antar orangtua sering kali membuat anak menjadi korban, bukan hanya karena dampak psikologisnya, tetapi anak sering menjadi objek pelampiasan kemarahan orangtua.
Orangtua juga sering tidak sadar bahwa kebiasaan-kebiasaan lama seperti menjewer, menyentil dan mencubit jika anak bersalah sesungguhnya merupakan kekerasan terhadap anak. Budaya seperti itu sudah sangat mengakar di masyarakat sehingga hukuman fisik dianggap biasa.

Dialog Bisa Cegah KDRT
Anak usia dua tahun sudah bisa berdialog, dengan begitu dia sudah mengerti dengan apa yang kita omongkan, maka untuk penyelesaiannya agar tidak terjadi kekerasan sebaiknya orangtua berdialog dengan anak dan memberitahu secara halus tentang perbuatannya.
Dr. Dono Baswardono, AISEC, MA, Ph.D
(Psikoanalis, seksolog & psikolog)


#Nudi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar